Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) merupakan sosok yang memiliki dua kekuatan besar, yakni oligarki politik dan ekonomi. Kedua kekuatan itu sangat dominan mengendalikan kebijakan Presiden Joko Widodo.

Begitu urai Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun setelah melihat banyaknya kebijakan Luhut yang menimbulkan konflik dan pergunjingan di tengah masyarakat.

"Karena kuatnya posisi LBP, maka LBP merasa bebas bicara apapun, termasuk mendatangkan turis di tengah pandemik Covid-19," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/4).

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun menilai bahwa gaya komunikasi yang digunakan LBP adalah controlling style yang dipengaruhi budaya militer. Gaya komunikasi model ini lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya untuk berbagi pesan secara egaliter.

Seseorang yang menggunakan gaya komunikasi controlling style, kata Ubedilah, tidak memiliki rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik atau feedback.

"Kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadinya atau menguntungkan dirinya. Itulah LBP jika dibedah gaya komunikasinya," ungkap Ubedilah.

Padahal, kata Ubedilah, cara komunikasi seperti itu berisiko dalam situasi negara yang hampir semua orang sedang tidak nyaman dan khawatir dengan Covid-19.

Secara sosiologis politik akan muncul pandangan publik bahwa pemerintah tidak peduli pada nyawa rakyat. Dan karenanya citra buruk pada presiden terus bertambah," kata Ubedilah.

"Jadi gaya seperti LBP ini hanya menyuburkan citra buruk publik pada Presiden. Selain itu secara sosiologis kultural itu juga tidak pantas dilontarkan oleh seorang Menko di tengah penderitaan rakyat akibat Covid-19," sambung Ubedilah. (Rmol)

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya